Home » » LP Keperawatan Jiwa Halusinasi

LP Keperawatan Jiwa Halusinasi


LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

OLeh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
       Endang Hulaepi S.Kep.,Ners


I.          Masalah Utama

Perubahan persepsi sensori:  Halusinasi

II.       Proses terjadi masalah

2.1 Pengertian Halusinasi
·         Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasarr-dasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik (Yosep, 2007)
·       
 1.2  Teori yang Menjelaskan Halusinasi
·         Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransaferase).
·         Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
1.3  Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Jenis Halusinasi
Data Objektif
Data Subjektif
Halusinasi Dengar
(Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata/lingkungan).
·    Bicara atau tertawa sendiri.
·    Marah-marah tanpa sebab.
·    Mendekatkan telinga ke arah tertentu.
·    Menutup telinga.
·      Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
·      Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
·      Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi Penglihatan
(Klien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya).
·      Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
·      Ketakutan pada situasi yang tidak jelas.

Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.
Halusinasi Penciuman
(Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata).
·    Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
·    Menutup hidung.

Membauai bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien.
Halusinasi Pengecapan
(Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa yang tidak enak).
·    Sering meludah.
·    Muntah.
Merasakan rasa seperti darah, urin, atau feses.
Halusinasi Perabaan
(Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang  nyata)
·    Menggaruk-garuk permukaan kulit.
·    Mengatakan ada serangga di permukaan kulit.
·    Merasa seperti tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik
(Klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan/anggota badannya bergerak)
·    Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri.

Mengatakan badannya melayang di udara.
Halusinasi Viseral
(Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya)
·     Memegang badannya yang dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya.
Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum softdrink.

1.4  Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi:
·      Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
·      Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
·      Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
·      Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
·      Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
1.5  Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
1.6  Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
·         Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
·         Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
·         Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
·         Dimensi sosial
Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri. Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan pada klien yang mengalami halusianasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri.
·         Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusiansi cenderung menyendiri dan cenderung tidak sadar dengan keberadaanya serta halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.
D. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
E. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri

F. Tahap Halusinasi
·         Tahap I ( non-psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien. Karakteristik :
a.       Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b.      Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
c.       Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran

Perilaku yang muncul :
a.       Tersenyum atau tertawa sendiri
b.      Menggerakkan bibir tanpa suara
c.       Pergerakan mata yang cepat
d.      Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

·         Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a.       Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh pengalaman tersebut
b.      Mulai merasa kehilangan control
c.       Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
a.       Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b.      Perhatian terhadap lingkungan menurun
c.       Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d.      Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita

·         Tahap III ( psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karekteristik :
a.       Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b.      Isi halusinasi menjadi atraktif
c.       Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku yang muncul :
a.       Klien menuruti perintah halusinasi
b.      Sulit berhubungan dengan orang lain
c.       Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d.      Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e.       Klien tampak tremor dan berkeringat

·         Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik
Perilaku yang muncul :
a.       Resiko tinggi menciderai
b.      Agitasi atau kataton
c.       Tidak mampu merespon rangsangan yang ada

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan maka akan berisiko terhadap perilaku








III.       Pohon masalah

Akibat                         Resiko Perilaku Kekerasan             Sindroma defisit
                                                                                                perawatan  
                                                                                                    diri :       mandi/kebersihan,
                                                                                            berpakaian/berhias


 



Masalah Utama              Perubahan sensori persepsi:        Intoleransi aktivitas
      Halusinasi
 




Penyebab                                                             Isolasi sosial:
                                                                            Menarik diri


 



                                                                   Harga diri rendah kronis

IV.       Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1.      Risiko tinggi perilaku kekerasan
2.      Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3.      Isolasi social
4.      Harga diri rendah kronik
A.    Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan
Data yang perlu dikaji
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Subjektif :
·         Klien mengatakan mendengar sesuatu
·         Klien mengatakan bayangan putih
·         Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
·         Klien mencium bau – bauan yang tidak sedap, seperti feses
·         Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
·         Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya
Objektif :
·         Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
·         Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
·         Berhenti suara di tengah – tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
·         Disorientasi
·         Konsentrasi rendah
·         Pikiran cepat berubah- ubah
·         Kekacauan alur pikiran

B.     Resiko perilaku kekerasan
1.         Curiga terhadap orang lain
2.         Panik
3.         Reaksi kemaraan
4.         Berjalan bolak balik
5.         Rahang dan postur tubuh kaku
6.         Mengepalkan tangan
7.         merusak secara langsung benda-benda yang ada disekitarnya
8.         Mudah tersinggung
C.    Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri
1.         Menyendiri di ruangan
2.         Tidak berkomunikasi
3.         Tidak ada kontak mata
4.         Sedih, afek datar
5.         Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
6.         Adanya perhatian yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usia
7.         Berfikir tentang sesuatu menurutnya pikirannya sendiri, tindakan berulang-ulang tidak bermakna
D.    Harga diri rendah kronis:
1.         Menarik diri
2.         Menjadi sangat kritis atau menghakimi diri dan orang lain
3.         Ekspresi-ekpresi ketidak berdayaan
4.         Takut gagal
5.         Ketidak mampuan mengakui keberhasilan
6.         Hubungan interpersonal tidak memuaskan
7.         Pandangan yang negatif atau pesimistik
E.     Sindroma defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias.
1.         Ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh
2.         Ketidak mampuan dan kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan.
3.         ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan defikasi atau berkemih dengan bantuan







RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien     :…………….                                                                         
Ruangan          :…………….
No. CM           :…………….                                                                                     
Dx Medis        :……………

Tgl

No Dx

Dx
Keperawatan

 Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional


Perubahan persepsi Sensori: Halusinasi (lihat/raba/dengar/penghidu/raba/kecap)
Tujuan : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya

SP 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
1. Setelah…..× interaksi klien menunjukan tanda-tanda percaya kepada perawat :
§  Ekspresi wajah bersahabuat
§  Menunjukan rasa senang
§  Ada kontak mata
§  Mau berjabat tangan
§  mau menyebutkan nama
§  Mau menjawab salam
§  Mau duduk berdampingan dengan perawat
§  Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
§  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
§  Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
§  Tanyakan nama lengkap dan nama penggilan yang disukai klien
§  Buat kontrak yang jelas
§  Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
§  Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi  perasaan klien
1. Kepercayaan dari klien merupakan hal yang mutlak serta akan memudahkan dalam pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien



SP 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
2. Setelah….× interaksi klien menyebutkan :
o  Isi
o  Waktu
o  Frekuensi
o  Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
Setelah….× interaksi klien menyatakan perasaan dan respon saat mengalami halusinasi :
§  Marah
§  Takut
§  Sedih
§  Senang
§  Cemas
§  Jengkel
2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap




2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, jika menemukan klien sedang halusinasi :
§  Tanyakan apakah  klien mengalami sesuatu
§  Tanyakan apa yang sedang dialami
§  Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya(dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
§  Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama
§  Katakan bahwa perawat akan membantu klien Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
§   Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut



2.5 Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya
2.1. Kepercayaan klien pada perawat dapat diperoleh dari kontak yang sering
2.2. Tingkah laku klien terkait halusinasinya menunjukan isi, waktu, frekuensi serta situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi





















2.3 Ungkapan dari klien menunjukan apa yang dibutuhkan dan dirasakan oleh klien
2.4 Membantu memilihkan cara yang tepat untuk membantu klien menghadapi perasaannya
2.5 Membantu klien dalam mengenal konsekuensi dari halusinasi yang muncul




SP 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya
3.1 Setelah …× interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukuan untuk mengendalikan halusinasinya
3.2 Setelah …× interaksi klien menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasinya
3.3 Setelah …× interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya
3.4 Setelah …× interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
3.5 Setelah …× interaksi klien mengikuti TAK


3.1 Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang diharapkan jika terjadi halusinasi





3.2 Diskusikan cara yang digunakan klien :
§  Jika yang digunakan adaptif beri pujian
§  Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian tersebut
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
§  Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata
§  Menemui orang lain untuk menceritakan halusinasinya
§  Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun
§  Meminta keluarga/teman/perwat menyapa jika sedang halusinasi
3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian


3.6 Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian




3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
3.1 Ungkapan klien menunjukan seberapa tepat, effektif serta kemampun klien untuk mengontrol halusinasinya
3.2 Memberi klien pilihan serta reward atas apa yang sudah klien usahakan


3.3 Cara baru memberi pilihan baru yang adaptif bagi klien











3.4 Halusisnasi tidak dapat diputuskan secara sekaligus
3.5 Klien akan memiliki rasa PD dan usaha untuk terus berlatih supaya berhasi
3.6 Memantau kemajuan serta efektivitas pilihan yang dipilih dan dilatih bersama klien
3.7 Membantu klien dalam membangun hubungan sosial



SP 4 :
 Klien dapat dukungan dari kelurga dalam mengontrol halusinasinya

4.1 Setelah …× pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat
4.2 Setelah …× interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan



4.2 Diskusikan dengan keluarga :
§  Pengertian halusinasi
§  Tanda dan gejala halusinasi
§  Proses terjadinya halusinasi
§  Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi
§  Obat-obat halusinasi
§  Cara merawat keluarga yang halusinasi dirumah
§  Beri informs waktu kontrol ke RS dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah
4.1 Dasar untuk membina hubungan terapeutik dengan keluarga
4.2 Keluarga dapat mengenal dan membantu klien dalam mengendalikan halusinasinya








SP 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
5.1 Setelah …× interaksi klien menyebutkan :
o   Manfaat minum obat
o   Kerugian tidak minum obat
5.1 Setelah …× interaksi klien menyebutkan :
o   Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping
5.2 Setelah …× interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
5.3 Setelah …× interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna obat, dosis, cara, efek terapi dan efek samping



5.2 Pantau klien saat penggunaan obat



5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar



5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter

5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
5.1 Memudahkan pemahaman dalam mensukseskan program pengobatan yang optmal bagi klien
5.2 Tidak terjadi yang tidak diharapkan akibat pengobatan yang tidak optimal
5.3 Meningkatkan
      rasa PD serta motivasi untuk menyukseskan program pengobatan
5.4 Klien akan lebih aktif menjalani program pengobatan
5.5 Tidak terjadi yang tidak diharapkan akibat pengobatan yang tidak optimal






DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa.
Fitria. N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelasanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 diagnosis Keparawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan
Keliat, B,A. 1998. Askep Pada Kliean Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta.
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
Stuart & Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep,I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: refika Aditama.









0 comments :

Posting Komentar

Random Posts