Home » » LAPORAN PENDAHULUAN ATRITIS REUMATOID

LAPORAN PENDAHULUAN ATRITIS REUMATOID




LAPORAN PENDAHULUAN ATRITIS REUMATOID



OLeh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
             Endang Hulaepi S.Kep.,Ners



1. Pengertian


Atritis reumatoid adalah sebuah poliartritis dengan penyebaran bilateral dan simetris dan menyerang semua sendi kecil tangan dan jari (Evelyn Pearce, 2000).


Atritis reumatoid adalah suatu penyakit imflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan mengakibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjoer, 2001).


Artritis rematoid adalah suatu penyakit peradangan kronik yang menyebabkan degenerasi jaringan ikat. (Elizabeth J. Corwin, 2001).


Atritis rheumatoid adalah penyakit kronis sistematik yang progresif pada jaringan pengikat ini mencangkup peradangan pada sendi cyanosis yang simetris sehingga menyebabkan kerusakan sendi ( Brunner & suddarth KMB vol 2 ).


Jadi kesimpulan dari beberapa sumber dapat kita simpulkan bahwa atritis rematoid adalah suatu penyakit kronis pada jaringan ikat yang biasanya mencangkup peradanagan lapisan sendi sinovial yang mengakibatkan kerusakan sendi tertentu.


Biasanya jaringan sendi yang pertama kali mengalami kerusakan adal;ah jaringan sinoviom. Pada AR, peradangan yang membentuk lapisan sendi, yaitu menerus dan menyebar kestruktur – struktur sendi disekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi. Akhirnya ligamentum dan tendon ikut meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel darah putih, pengaktifankompiemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan parut. Pada peradangan kronik, membran sinovium mengalami hipertrofi dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respon peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan grandula yang disebut panas. Panas dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan membentuk jaringan parut, proses ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.




2. Penyebab




AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentan setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Factor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikroplasma, virus yang menginfeksi sendi / mirip dengan sendi secara antigenis.


Biasanya respon antibody awal terhadap mikro organisme diperantai oleh Ig G. antibody yang ditujukan kepada komponen tubuh sendiri ini disebut factor rematoid ( FR ). FR menetap dikapsul sendi dan menimbulkan peradangan dan destruksi jaringan. AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetic terhadap penyakit otoimun, wanita lebih sering terkena dari pada pria.




3. Tanda dan Gejala

v Awitan AR ditandai oleh gejala umum peradangan berupa demam, rasa lemas, nyeri tubuh dan pembengkakan sendi.


v Terjadi nyeri dan kekakuan sendi, mula – mula disebabkan oleh peradangan akut dan kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi pergelangan tangan biasanya adalah sendi – sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi paling parah pada pagi hari mengenai sendi secara bilateral.


v Rentang gerak berkurang. Timbul deformitas sendi dan kontak si otot.


v Terbentuk nodul – nodul rematoid ekstrasinovium pada sekitar 20 % individu mengidap AR. Pembengkakan ini terdiri dari sel – sel darah putih dan sel – sel yang terdapat didaerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis diats siku dan jari tangan.


4. Komplikasi



1. Kelainan sistem pencernaan (gastritis dan ulkus peptik)


2. Kelainan sistem syaraf


3. Dapat terbentuk nodus rematoid ekstrasinovium di katup jantung, paru, mata atau limpa. Fungsi pernafasan atau jantung dapat terganggu. Dapat timbul glaukoma.


4. Vaskulitis (peradangan sistem vaskular) dapat menyebabkan trombosis dan infark.



5. Klasifikasi


Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.


Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.



6. patofisiologi


Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).


Pathway Artritis Reumatoid









7. Kriteria Diagnostik


Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.


No
Kriteria
Definisi

1
Kaku pagi hari
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2
Artritis pada 3 daerah
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.

3
Artritis pada persendian tangan
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas.

4
Artritis simetris
Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

5
Nodul Reumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.

6
Faktor Reumatoid serum
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.

7
Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.


8. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).


9. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
c. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari  mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d. Garam emas
e. Kortikosteroid
5. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
d. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.


ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID

Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
o Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
§ Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
§ Catat bila ada krepitasi
§ Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
o Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
§ Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
§ Ukur kekuatan otot
o Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
o Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.


Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
· Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
· Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
· Riwayat keluarga dengan RA
· Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
· Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
· Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
· Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
· Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
· Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
· Jenis aktivitas yang dilakukan
· Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
· Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
· Apakah ada gangguan tidur?
· Kebiasaan tidur sehari
· Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
· Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
· Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
· Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
· Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?


8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
· Bagaimana hubungan dengan keluarga?
· Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
· Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
· Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
· Agama yang dianut?
· Adakah gangguan beribadah?
· Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan


  DIAGNOSA KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.





  PERENCANAAN ARTRITIS REUMATOID

DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL

Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada Keluhan nyeri, dengan kriteria :
ü Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
ü Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
ü Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
ü Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
· Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
· Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
· Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
· Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
· Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
· Berikan masase yang lembut
· Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi, relaksasi progresif)
· Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
· Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
· Berikan kompres dingin jika dibutuhkan
· Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
· Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
· Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
· Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
· Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
· Meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri
· Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
· Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
· Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik baik dengan kriteria :
ü Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
ü Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau kompensasi bagian tubuh
ü Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
· Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
· Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
· Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
· Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
· Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
· Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
· Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan
· Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
· Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
· Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
· Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
· Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
· Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
· Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
· Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
· Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
· Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
· Mencegah fleksi leher
· Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas
· Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh
· Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
· Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas
· Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut

Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan citra tubuh berkurang dengan criteria:
ü Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan
ü Menyusun rencana realistis untuk masa depan.


· Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
· Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
· Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.
· Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
· Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan
· Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping
· Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas
· Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan
· Berikan bantuan positif bila perlu.
· Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog.
· Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
· Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
· Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut
· Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri
· Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi
· Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut
· Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri
· Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi
· Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri
· Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri
· Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan
· Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mengatur kegiatan sehari-hari, dengan criteria hasil:
ü Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual
ü Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
ü Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.


· Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
· Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
· Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan
· Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
· Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya.
· Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi.
· Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini
· Mendukung kemandirian fisik/emosional
· Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri
· Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran
· Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan actual
· Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah


DAFTAR PUSTAKA


Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC
Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2002.
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta : EGC
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

0 comments :

Posting Komentar

Random Posts