LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM / PERSALINAN NORMAL
Oleh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
Endang Hulaepi S.Kep.,Ners
A. Pengertian
Masa nifas
(puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 –
8 minggu. (Rustam Mochtar,1998). Masa nifas adalah periode
sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah
kembali kepada kondisi normal. (Barbara F. weller 2005).
Post partum
adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat –
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24
jam. (Abdul Bari Saifuddin,2002 )
Masa post partum
terbagi 3 tahap, yaitu :
1. Immediet post partum
periode (24 jam pertama setelah melahirkan)
2. Early post partum periode
(hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan)
3. Late post partum (minggu
kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan)
B. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau
perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke
keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam
beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus
turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam
fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis.
Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus
meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai
respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis
pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone yang dilepas
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi
pembuluh darah, dan membantu hemostasis.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus
meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi
yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan
sepanjang masa awal puerperium.
d. Lochea
Pengeluaran darah dan jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lochea. Lochea
ini terdiri dari lochea rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan
terutama darah, lochea serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna
merah muda (hemoserosa), lochea alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna
putih atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi
bersama-sama uterus. Setelah persalinan ,ostium eksterna dapat dimasuki oleh
dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap
berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara
labia menjadi lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala
bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat
kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan
sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi
yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan
menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai
reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit
selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang
mendadak diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian
ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda – tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam
pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat
pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan
hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari
pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih,
endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3
setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah
atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan
seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut
permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat
takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada
penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding
suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke
frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan
eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran
plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi
oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada
minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui
pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991)
Kadar prolaktin
meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes,
1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap
kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5. System
perkemihan
Perubahan
hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum
hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus
urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
6. System gastrointestinal
Ibu biasanya
lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan
ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar
secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah
menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat
episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal –
hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat
ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam
sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa
kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola
dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
C. Adaptasi psikologis
Rubin (1961) membagi menjadi 3
fase :
1. Fase taking
in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post
partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan,
menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2. Fase taking
hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai
dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan
diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam
menerima pendidikan kesehatan.
3. Fase letting
go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari
kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan
fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.
D.
Penatalaksanaan medis
1. Tes
diagnostic
a. Jumlah darah lengkap,
hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis; kadar urin,
darah.
2. Therapy
a. Memberikan tablet zat besi
untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila
ada indikasi
E. Asuhan
keperawatan
Menurut Marylnn E. Doengous,
2001 :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih
sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis
(“postpartum blues”sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua
dan kelima
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira hari ketiga
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan
payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
· Uterus 1 cm
diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya.
· Lokhea rubra
berlanjut sampai hari ke2 – 3 , berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran
tergantung pada posisi (mis, rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(mis, menyusui).
· Payudara :
produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada
hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnose
keperawatan yang muncul pada klien postpartum menurut Marilyn Doengoes, 2001
yaitu :
a. Nyeri
(akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran
jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Gangguan pemenuhan
kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan tubuh.
c. Menyusui
berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi
bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
d. Resiko tinggi
terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi
ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme;
profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas Rh).
e. Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit,
penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan,
rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Perencanaan Asuhan
Keperawatan
a. Nyeri (akut)/
ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan
atau distensi, efek-efek hormonal.
· Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri teratasi
nyeri teratasi
· Kriteria hasil :
Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan
dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.
· Intervensi :
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy.
Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan
perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama
24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Anjurkan duduk
dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
5) Infeksi
hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4
jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
6) Kaji nyeri
tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
7) Anjurkan klien
berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan tehnik
visualisasi atau aktivitas pengalihan.
b.Menyusui
berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi
bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
· Tujuan : setelah
dilakukan demostrasi tentang perawatan payudara diharapkan tingkat pengetahuan
ibu bertambah.
· Kriteria hasil :
mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui, mendemonstrasikan tehnik
efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain,
dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
· Intervensi :
1) Kaji pengetahuan dan
pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Tentukan system pendukung
yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
3) Berikan informasi, verbal
dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui,perawatan putting dan
payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau
mengganggu keberhasilan menyusui.
4) Demostrasikan dan tinjauan
ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui
dan lama menyusui.
5) Kaji putting klien;
anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
6) Anjurkan klien untuk
mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
7) Instruksikan klien untuk
menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
8) Berikan pelindung putting
payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan
ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
1.) Tujuan :
- Pemenuhan ADL terpenuhi.
2.) Kriteria hasil :
- Klien dapat memenuhi
kebutuhannya (mandi, makan, dan minum).
3.) Rencana tindakan
- Kaji tingkat kemampuan pasien
dalam memenuhi kebutuhannya.
- Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
- Dekatkan alat-alat yang
dibutuhkan klien.
- Libatkan keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya.
4.) Rasionalisasi
- Sebagai indikator untuk
melanjutkan tindakan selanjutnya.
- Agar kebutuhan klien dapat
terpenuhi.
- Agar klien mudah menjangkau
kebutuhannya.
- Dengan adanya hubungan dan
kerjasama dari keluarga klien terpenuhi.
d. Resiko tinggi terhadap
cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi
ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme;
profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh).
· Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko cidera teratasi.
· Kriteria hasil :
mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor – factor risiko/melindungi
diri dan bebas dari komplikasi.
· Intervensi :
1) Tinjau ulang kadar
hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda –
tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan
latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang
mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau
meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervise yang
adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam
jangkauan klien.
3) Berikan klien terhadap
hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KKaA , sakit kepala, atau gangguan
penglihatan.
4) Catat efek – efek magnesium
sulfat (MgSO4), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau status
pernapasan.
5) Inspeksi ekstremitas bawah
terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau tidaknya tanda
human.6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan
meninggikan tungkai yang sakit.
e. Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit,
penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan,
rupture ketuban lama, mal nutrisi.
· Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
· Kriteria hasil :
mendemonstrasikan tehnik – tehnik untuk menurunkan risiko/meningkatkan penyembuhan,
menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak
febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
· Intervensi :
1. Kaji catatan prenatal dan
intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti
ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya
plasenta.
2. Pantau suhu dan nadi dengan
rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau
malaise.
3. Kaji lokasi dan
kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri
tekan uterus ekstrem.Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada
kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
4. Evaluasi
kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.
Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik
pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
5. Inspeksi sisi
perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan,
kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan
perlekatan), atau adanya laserasi.
6. Perhatikan
frekuensi/jumlah berkemih.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlin E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Helen Farrer, 1996. Perawatan
Maternitas. Jkarta : EGC
Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Judi Januadi Endjun.2002.
Persalinan Sehat. Puspa Swara
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
0 comments :
Posting Komentar