LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOSPADIA
OLeh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
Endang Hulaepi S.Kep.,Ners
1.
Definisi
Hipospadia sendiri
berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang
berarti keratan yang panjang. Suatu kelainan kelamin bawaan sejak lahir dimana meatus
uretra eksternus terletak di bagian
bawah dari penis dan letaknya lebih kearah pangkal penis dibandingkan normal (Soelarto,
2005).
2.
Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai
sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
-
Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di
sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau
biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang
kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
-
Genetika
Terjadi karena gagalnya
sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
-
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan
yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutas
3.
Gejala Klinis
-
Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
bawah penis
-
Penis melengkung ke bawah
-
Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit
depan penis
-
Jika berkemih, anak
harus duduk
4.
Klasifikasi hipospadia
a. Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan
atau di anterior
- Hipospadia Glandular
- Hipospadia Subcoronal
b. Tipe hipospadia yang
lubang uretranya berada di tengah
- Hipospadia Mediopenean
- Hipospadia Peneescrotal
c. Tipe hipospadia yang
lubang uretranya berada di belakang atau posterior
- Hipospadia Perineal
5.
Komplikasi
Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan,
infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap dan edema. Komplikasi lanjut
yaitu :
1. Stenosis sementara karena
edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
2. Kebocoran traktus urinaria
karena penyembuhan yang lama.
3. Fistula uretrocutaneus
4. Striktur uretra
5. Adanya rambut dalam uretra
6.
Penatalaksanaan
Diagnosis hipospadia biasanya jelas
pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada
pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran,
maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada
orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung
ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan
penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan
hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk
memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada
ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis,
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan
lainnya. Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan
penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya
telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan
hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak
diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan
pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan
seksual.
Untuk saat ini penanganan hipospadia
adalah dengan cara operasi. Tujuan operasi pada hipospadia adalah agar pasien dapat
berkemih dengan normal, bentuk penis normal dan memungkinkan fungsi seksual
yang normal. Hasil pembedahan yang diharapkan adalah penis yang lurus, simetris
dan memiliki meatus uretra eksternus pada tempat yang seharusnya, yaitu di
ujung penis. Ada banyak variasi teknik diantaranya :
§ Teknik tunneling
Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap, yaitu :
-
Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus
dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1½-2
tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal.
Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis
-
Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi,
saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran
kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi
yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
§ Teknik Horton dan
Devine, dilakukan 1 tahap, yaitu :
-
Dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah
cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebig ke
ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan
ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
7.
Pemeriksaan Penunjang
Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadi. Dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG dan BNO-IVP
mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
8.
Diagnosa Keperawatan
a.
Kecemasan b.d kurangnya pengetahuan
mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b. Defisit cairan tubuh b.d
tindakan operasi
c. Intoleransi aktivitas b.d
mobilitas klien terbatas
d.
Kurangnya kebutuhan nutrisi b.d anoreksia
e. Gangguan
rasa nyaman, nyeri akut b/d gangguan integritas kulit jaringan
f.
Resti infeksi b.d luka bekas tindakan Pembedahan
g. Perubahan pola eliminasi
urine b.d proses pembedahan
9. Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa
Pra Operasi :
Kecemasan
b.d kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji tingkat pemahaman pasien
b. Gunakan sumber-sumber pengajaran, sesuai
keadaan
c. Melaksanakan program pengajaran pra operasi
individual
d. Informasikan pasien/orang terdekat mengenai
rencana perjalanan, komunikasi dokter/orang terdekat
|
a. Berikan fasilitas perencanaan program
pengajaran
b. Media khusus akan dapat memenuhi kebutuhan
pasian untuk belajar
c. Meningkatkan pemahaman atau kontrol pasien
dan memungkinkan partisipasi dalam perawatan pasca operasi
d. Informasi logistik mengenai jadwal dan kamar
operasi, mencegah keraguan dan kebingungan akan kesehatan pasian, dan
prosedur yang akan dilakukan
|
b. Diagnosa
Intra Operasi :
Defisit cairan tubuh b.d
tindakan operasi
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Berikan cairan infus sesuai
dengan kebutuhan
|
a.
Dengan memberikan cairan
infus defisit cairan tubuh dapat teratasi
|
c. Diagnosa
Pasca Operasi :
Intoleransi aktivitas b.d
mobilitas klien terbatas
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji terhadap factor yang
menyebabkan keterbatasan gerak
b.
Dorong penggunaan alat Bantu
tongkat
c.
Libatkan orang terdekat dalam
mambantu klien saat latihan rentang gerak, mengubah posisi dan berjalan
d.
Puji kliensaat ia berhasil
menyelesaikan hal-hal yang kecil
e.
Kaji status nutrisi
|
a.
Informasi ini memberikan
petunjuk kepada klien tentang penyebab & jika mungkin penyebab itu di
atasi
b.
Dukungan dapat memberikan
keamanan yang diperlukan untuk menjadi lebih mobile
c.
Bantuan dari pasangan atau
orang lan yang dekay dengan klien dapat mendorong klien mengulangi aktivitas
dan mencapai tujuan
d.
Dorongan menstimulasi
penampilan yang lebih baik
e.
Lihat diagnosa keperawatan,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
d. Diagnosa
:
Kurangnya kebutuhan
nutrisi b.d anoreksia
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji jumlah makanan yang
dimakan
b.
Secara rutin menimbang BB
klien
c.
Dengan penjelasan, klien
mengapa ia tidak dapat makan lebuh banyak
d.
Atur penyiapan makanan
kesukaan secara individual (hindari makanan yang terlalu pedas dan dingin)
e.
Kenali efek medikasi atau
terapi radiasi pada napsu makan
f.
Berikan makanan dalm
porsi kecil tapi sering dan ciptakan lingkungan makan yang nyaman dan
menyenangkan
|
a.
Pengkajian ini membantu
menentukan masukan nutrient
b.
Membantu memantau perubahan
berat badan
c.
Membantu memperbaiki praktek
dengan mudah
d.
Klien akan lebih mungkin
mengkonsumsi makanan dalam porsi yang lebih besar jika makanannya enak dan
mengundang selera makan
e.
Banyak preparat
kemoteraupetik dan terapi radiasi meningkatkan anoreksia
f.
Makanan dalam porsi
kecil lebih menyenangkan bagi klien
|
e. Diagnosa
:
Gangguan
rasa nyaman, nyeri akut b/d gangguan integritas kulit jaringan
Intervensi
|
Rasional
|
a. Evaluasi rasa sakut secara reguler, catat
karakteristik, lokasi dan intensitas
b. Dorong penggunaan tehnik relaksasi
c.
Lakukan
reposisi sesuai petunjuk
|
a. Sediakan informasi mengenai
kebutuhan/evektivitas intervensi
b. Lepaskan tegangan emosional dan otot
c.
Memungkinkan
mengurangi rsa sakit dan meningkatka serkulasi. Posisi semi-fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan
miring mengurangi tekanan dorsal
|
f.
Diagnosa :
Resti infeksi b.d luka
bekas tindakan Pembedahan
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Awasi tanda vital, perhatikan
demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, dan meningkatnya nyeri
abdomen.
b.
Lakukan pencucian tangan yang
baik dan perawatan luka aseptik, berikan perawatan paripurna.
c.
Lihat insisi dan balutan,
catat karakteristik drainase luka/drain (bila dimasukkan), adanya eritema.
d.
Berikan informasi yang tepat,
jujur pada pasien atau orang terdekat.
e.
Ambil contoh drainase bila
diindikasikan
f.
Berikan antibiotik sesuai
indikasi
g.
Bantu irigasi dan drainase
bila diindikasikan
|
a.
Dengan adanya Infeksi/
terjadiyan sepsis, abses, peritonitis
b.
Menurunkan resiko penyebaran
bakteri
c.
Memberikan deteksi dini
terjadinya proses infeksi, dan pengawasan penyembuhan.
d.
Pengetahuan tentang kemajuan
situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
e.
Kultur pewarnaan gram dan
sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan
terapi
f.
Mungkin diberikan secara
profilatik atau menurunkan jumlah organisme (Pada infeksi yang telah ada
sebelumnya ) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
g.
Dapat diperluka untuk
mengalirkan isi abses terlokalisir.
|
g. Diagnosa :
Perubahan pola eliminasi
urine b.d proses pembedahan
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji pola berkemih dan
catat produksi urine setiap 6 jam
b. Palpasi kemungkinan
adanya distensi kandung kemih
c. Anjurkan aklien untuk
minum 2.000 cc/hari
d. Pasang kateter
e. Lakukan bleder training
terutama pada klien yang mengalami trauma
|
a. Mengetahui fungsi ginjal
b. Menilai perubahan akibat
dari inkontinensia urine
c. Membantu mempertahankan
ginjal
d. Membantu proses
pengeluaran urine
e. Bleder trauning membantu
meningkatkan kemampuan dari pola eliminasi urine
|
Daftar Pustaka
Carpenito, Linda Juall. (2001). Buku
saku diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. (2005) Pathofisiologi
Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Rekso Prodjo, Soelarto. (2005) Ilmu
Bedah. Jakarta : FKUI
Suriadi dan Yuliani, Rita. (2001). Askep
Pada Anak, edisi 1. Jakarta : Fajar Interpretama
Smelzer, Suzane. (2002). Keperawatan
Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
0 comments :
Posting Komentar