Home » » LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE




LAPORAN PENDAHULUAN 
STROKE
Oleh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
             Endang Hulaepi S.Kep.,Ners

1.      DEFINISI PENYAKIT
Stroke adalah salah satu gangguan yang bisa terjadi pada sistem persarafan. Stroke atau cedera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan berhentinya darah ke otak (Brunner, 2002: 2131). Selain itu juga pengertian stroke merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh suatu keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak (Marilynn E. Doenges, 2000:290).
·        Tanda dan gejala Stroke
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang terjadi pada penderita stroke :
a.       tiba – tiba sakit kepala
b.      Pusing, bingung.
c.       Penglihatan kabur.
d.      Kehilangan keseimbangan.
e.       Kelemahan / kelumpuhan tangan dan atau kaki.
f.       Bicara tidak jelas.
g.      Konsentrasi menurun.
h.      Sukar menelan.
i.        Tidak mampu mengontrol buang air besar dan atau buang air kecil.
j.        Terjadi penurunan sampai dengan kehilangan kesadaran.

·         Klasifikasi Stroke
a.    Berdasarkan Etiologi
1)   Infark Otak
Dimana suplai darah yang dialirkan ke otak hanya melalui arteri serebral yang sehat atau berdilatasi sehingga hanya jaringan otak yang sehat saja yang mempunyai jauh darah dan daerah edema tidak kebagian.
2)   Perdarahan Intraserebral
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, perdarahan yang terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi yang pada umumnya terjadi diatas 30 tahun, akibat pecahnya pembuluh arteri otak sehingga terjadi pembesaran atau terjadi aliran darah kedalam parenkim, pergeseran dan memisahkan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak internal akan tertekan sehingga dapat menyebabkan edema dan kemungkinan herniasi otak.
3)   Perdarahan subarachnoid
Merupakan gangguan alirah darah pada satu atau lebih pembuluh darah serebral karena oklusi atau pecahnya pembuluh darah serebral secara spontan.
b.   Berdasarkan Lokasi Lesi
1)   Sistem Karotis
Kelainan terjadi pada arteri karotis baik kiri atau kanan dan percabanyannya.
2)   Sistem Vertebrabasiler
Kelainan terjadi pada arteri vertebrabasailer dan percabangannya.
 
2.      PATOFISIOLOGI
Otak harus menerima alirah darah yang konstan untuk mempertahankan fungsi normalnya karena otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri. Aliran darah juga berfungsi sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik, karbondioksida dan asam laktat. Jika aliran darah ke otak berkurang atau menurun maka akan terjadi kerusakan otak dengan cepat.
Melalui proses autoregulasi serebral, alirah darah ke otak tetap diupayakan konstan sejumlah 750 ml/menit. Untuk merespon terhadap perubahan tekanan darah atau karbondioksida, maka akan terjadi vasokontriksi atau vasodilatasi dari arteri otak.
Dalam stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran arterinya terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak. Iskemik menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang terjadi dapat memperberat infarknya itu sendiri. Edema dapat berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Setelah terjadi infark dan edema maka secara otomatis terjadi penurunan kemampuan otak untuk menjalankan fungsi neurologisnya sehigga terjadi defisit neurologis pada area kontralateral dari area lesi sesuai dengan karakteristik otak.
Untuk mempermudah pemahaman dapat dilihat pada skema dibawah ini:


3.      DATA FOCUS PENGKAJIAN
1.    Pengkajian
a.    Pengumpulan Data
1)      Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis dan alamat.
2)      Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3)      Riwayat Kesehatan
a)      Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)   Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Biasanya klien dengan stroke datang ke rumah sakit dengan alasan nyeri atau sakit kepala, gangguan motoris, gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST mulai dari adanya keluhan sampai datang ke rumah sakit.
(2)   Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien saat pengkajian yang dikembangkan dengan teknik PQRST.
Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan penurunan kesadaran dan kemungkinan terjadi sampai koma sehingga klien tidak dapat ditanyakan apa yang dirasakan, sedangkan pada stroke akibat infark biasanya terjadi kelumpuhan sebelah (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri, bicara tidak jelas dan klien mengeluh lemah tubuh.
b)      Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada umumnya klien stroke akan mempunyai riwayat diabetes melitus, penyakit jantung atau hipertensi dan adanya faktor-faktor resiko seperti: kadar kolesterol yang tinggi, keadaan viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia), diabetes, kebiasaan minum-minuman beralkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan kurang beraktivitas serta kebiasaan merokok.
c)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan yaitu hipertensi, diabetes militus atau riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu stroke.
d)     Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah sakit dan pola aktivitas klien selama di rumah, terdiri dari:
1)      Pola nutrisi (makan dan minum), terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan sensasi kecap, menelan, mual dan muntah.
2)      Eliminasi (BAB dan BAK) terjadi perubahan dalam pola pemenuhan karena terjadi incontinensia urine dan konstipasi.
3)      Istirahat tidur, kesulitan tidur dan istirahat karena adanya nyeri dan kejang otot.
4)      Personal hygiene, klien biasanya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya karena adanya kelemahan.
5)      Aktivitas gerak, akan didapat kehilangan sensasi atau paralise (hemiplegi), dan kesukaran dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya karena adanya kelemahan.
e)      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan didokumentasikan secara per system, meliputi:
(1)   Sistem Pernafasan
Biasanya didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan sulit dan frekuensi nafas meningkat, klien akan didapatkan penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas ngorok akibat adanya sekret yang menumpuk pada auskultasi akan terdengar adanya ronchi, mungkin terjadi kelemahan/paralisi otot-otot pernafasan sehingga pengembangan dada kadang ditemukan tidak simetris kiri kanan.
(2)   Sistem Kardiosvaskuler
Pada stroke dengan faktor resiko penyakit jantung biasanya diperoleh adanya gejala payah jantung seperti edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung tambahan seperti murmur, gallop dan bunyi jantung S III, hipertensi, denyut jantung mungkin irreguler dan nadi cepat.
(3)   Sistem Pencernaan
Biasanya didapatkan data adanya mual, muntah, anoreksia, konstipasi, penurunan sensasi rasa, kehilangan kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah, kehilangan sensasi pada lidah, wajah dan kerongkongan (disfagia), obesitas, adanya distensi abdomen. Bising usus melemah dan menurun dan terjadi konstipasi.
(4)   Sistem Persarafan
Gangguan pada sistem persarafan tergantung pada area otak yang terkena lesi (infark).
(a)    Tes Fungsi Serebral
Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa dimensia, penurunan daya ingat berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat terganggu dengan adanya acalculia, pada fungsi bahasa dapat ditemukan adanya afasia baik motorik maupun sensorik atau afasia visual (buta kata) dan adanya distria.
Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke perdarahan bisa sampai terjadi koma. Nilai GCS biasanya kurang dari 15.
Pengkajian Bicara, kadang terjadi kebingungan dalam pembicaraan. Obrolan/pembicaraan klien datang tidak nyambung dan sulit dimengerti atau terdapat kesulitan dalam berbicara.
Tes Fungsi Kranial, pada stroke infark nervus kranial yang sering terkena biasanya yaitu: Nervus III, IV dan VI terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil, pupil tidak sama, pupil berdilatasi, diplopia dan kabur, nervus V ditemukan gangguan dalam mengunyah, terjadi paralise otot-otot wajah, anastesia daerah dahi, Nervus VII biasanya tidak adanya lipatan nasalobial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa 2/3 bagian anterior lidah, Nervus IX kemungkinan ditemukan adanya pola bicara yang sangat (pelo) susah menelan dan tidak dapat bicara, Nervus X sering ditemukan adanya data kehilangan komunikasi bunyi suara parau (tidak jelas) dan sulit untuk diajak bicara, Nervus XII biasanya terdapat kelumpuhan lidah dan jatuhnya lidah ke satu sisi.
(b)   Pemeriksaan Motorik
Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehingga menimbulkan fungsi koordinasi dan pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot, kelemahan tubuh secara umum menyebabkan koordinasi terganggu terutama berdiri dan berjalan, adanya rasa sakit dan terbatas Range Of Motion (ROM).
(c)    Uji Refleks
Terdapat refleks patologis berupa refleks babinksi positif sedangkan pada pemeriksaan refleks biasanya normal atau mengalami penurunan.
(d)   Fungsi Sensorik
Kemungkinan adanya defisit sensori pada ektrimitas yang paralise.
(e)    Fungsi Serebrum
Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna seperti ataksia.
(f)    Iritasi meningen
Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan babinksi terkadang ditemukan positif (untuk stroke infark).
(5)   Sistem Endokrin
Kemungkinan ditemukan peningkatan kadar glukosa serta adanya peningkatan hormon tiroid, atau terjadi penurunan beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi hipotalamus dan hipofise.
(6)   Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola kemih yaitu incontinensia urine.
(7)   Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak pada ekstremitas baik atas maupun bawah, hipertropi otot, kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot. Terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah kehilangan sensasi, ROM terbatas.
(8)   Sistem Integumen
Tanda-tanda kemerahan pada area yang tertekan, dekubitus, kulit kotor dan lengket.
(9)   Sistem Penglihatan, Pendengaran dan Wicara
Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata terganggu, penurunan lapang pandang, pupil dilatasi, kehilangan setengah lapang pandang.
Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan pada fungsi wicara sering ditemui kelumpuhan pada lidah sehingga sulit berbicara dan kehilangan kemampuan berkomunikasi verbal.
f)       Data Psikologis
1)      Status Emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba, klien menjadi mudah tersinggung, mengingkari dan sukar untuk didekati.
2)      Kecemasan
Klien biasanya merasa cemas dengan adanya perubahan (kelumpuhan) yang terjadi pada dirinya.
3)      Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup (supresi).
4)      Gaya Komunkasi
Klien mengalami gangguan komunikasi verbal seperti berbicara rero atau sulit dimengerti.
5)      Konsep Diri
(a)    Body Image: klien memiliki persepsi dan merasa bahwa bentuk, fungsi tubuh dan penampilannya yang sekarang mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan sebelumnya.
(b)   Ideal Diri: klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkannya. Klien merasa tidak mampu lagi untuk berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan dimana ia berada.
(c)    Harga Diri: klien merasa tidak berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan bantuan dari orang lain.
(d)   Peran: klien merasa dengan kondisinya yang sekarang ia tidak dapat melakukan peran yang dimilikinya baik sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.
(e)    Identitas Diri: klien memandang dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi badannya yang disebabkan oleh penyakitnya.
g)      Data Sosial
Pada data objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara, kehilangan kemampuan berkomunikasi secara verbal, ketergantungan kepada orang lain dan sosialisasi dengan lingkungan, pembicaraan tidak dapat dimengerti, sedangkan pada data subjektif ditemukan klien berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Selain itu bisa ditemukan sikap klien yang sering menarik diri dari orang lain dan lingkungan karena merasa hanya akan membebani orang lain.
h)      Data Spiritual
Terkadang klien merasa tidak yakin dengan kesembuhannya. Klien merasa hidupnya lebih buruk daripada sebelumnya. Klien tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupannya di kemudian hari atau klien cenderung mempunyai pandangan negatif terhadap kehidupannya dikemudian hari.
i)        Data Penunjang
a.       Pemeriksaan Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk pasien stroke.
Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan hemoglobin serta adanya peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan pemeriksaan protombin time (PT) dan partial tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat antikoagulan.
Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada sel darah merah dalam CSF yang mungkin mengindikasikan adanya perdarahan subaracnoid.
b.      Pemeriksaan diagnostik
(a)    CT-Scan, akan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
(b)   Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau ostruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
(c)    EEG, mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak yang mungkin memperlihatkan adanya lesi yang spesifik.
(d)   MRI, menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragi atau malformasi arteriovena (MAV).
(e)    Ultrasonografi Doppler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis, aliran darah atau muncul plak, arteriosklerotik).
(f)    Sinar X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaracnoid.
(g)   Pungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya pada trombosis, emboli serebral dan TIA.

 
4.      ANALISA DATA
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa keperawatan.

5.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut Marilynn E Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:
1)             Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
2)             Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis hipotonik ( awal ); paralisis spastis.
3)             Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan / kelelahan umum.

6.      PERENCANAAN
a.       Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
-          Tingkat kesadaran komposmentis.
-          Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda, muntah yang proyektif.
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal.
·         Tekanan darah < 160/95 mmHg
·         Nadi 70-80x /menit
·         Respirasi 16-29 x/menit
·         Suhu 360C-37,50 C
Intervensi
Rasional
1.      Pantau/catat keadaan status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal.


2.      Pantau tanda-tanda vital.









3.      Letakkan kepala dalam posisi agak ditinggikan dan dalam keadaan anatomis (netral) 15-30 derajat.
4.      Cegah terjadinya mengedan dan batuk.


5.      Berikan obat sesuai indikasi, berupa:
-          Anti koagulasi





-          Antifibrotik




-           Anthipertensi



-          Vasodilator perifer


-           Steroid

1.      Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK, mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP.
2.      Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipertensi dapat terjadi karena syok. Disritmia atau murmur mencerminkan adanya gangguan jantung yang menjadi pencetus CVA. Ketidakteraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK.
3.      Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
4.      Manuver valsava dan batuk dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko terjadi perdarahan.


-     Dapat digunakan untuk memperbaiki/meningkatkan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/trombus merupakan faktor masalahnya.
-     Untuk mencegah lisis atau pembekuan yang terbentuk dan perdarahan yang berulang yang serupa.
-      
-     Hipertensi lama / kronik, memerlukan penanganan yang berlebihan dapat memperluas kerusakan jaringan.
-     Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme.
-     Penggunaan kontroversial dalam mengendalikan edema serebral.

b.    Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, atropi otot.
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria Evaluasi:
·         Tidak terjadi kontaktur
·         Tidak terjadi atropi otot
·         Dapat melakukan ROM aktif dan pasif
·         Kekuatan otot penuh (5) pada ekstremitas atas dan bawah
Intervensi
Rasional
1.      Ubah posisi setiap minimal 2 jam (terlentang dan miring kanan kiri)
2.      Lakukan latihan rentang gerak (ROM) aktif dan pasif pada semua ektremitas.

3.      Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki, pertahankan posisi neteral.
4.      Libatkan keluarga untuk berpartisipasi dalam latihan bagi klien
5.      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi untuk latihan resisitif dan ambulasi klien
1.      Menurunkan resiko terjadinya trauma atau ischemik jaringan.

2.      Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontaktur.
3.      Mencegah kontraktur/foot droop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali
4.      Meningkatkan harapan bagi perkembangan / peningkatan kontrol kemandirian
5.      Program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan dalam hal keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.

c.       Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk berbicara, kehilangan kontrol/tonus otot fasia.
Tujuan:
Komunikasi verbal dapat tetap terjalin.
Kriteria evaluasi:
·         Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi
·         Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
·         Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat (isyarat, tulisan).
Intervensi
Rasional
1.      Kaji derajat disfungsi komunikasi verbal klien .


2.      Bedakan antara afasia dan disartria.







3.      Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata dan tunjuk pintu.
4.      Tunjukkan objek dan mintalah pasien menyebutkannya.


5.      Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “ah” dan “pas”.

6.      Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis dan menggambar.
7.      Antisipasi dan penuhi kebutuhannya.


8.      Anjurkan pengunjung mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.

9.      Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
1.      Menentuka daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi serta derajat kesulitan proses komunikasi
2.      Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa. Disartria adalah dapat memahami, membaca, menulis tetapi kesulitan membentuk / mengucapkan kata-kata karena kelemahan dan paralise dari otot-otot.
3.       Melakukan penelitian terhadap adanya kerusakan sensoris (afasia sensoris).

4.      Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan afasia motorik, bisa mengenali tidak dapat menyebutkan
5.      Mengidentifikasikan disartria sesuai komponen motorik dan bicara seperti lidah, gerakan bibir dan kontrol nafas
6.      Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan / defisit yang mendasari
7.      Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat berkomunikasi secara berarti
8.      Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif


9.      Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasikan kekurangan / kebutuhan terapi

7.      DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1988). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. EGC Kedokteran. Jakarta
Carpenito.Lynda Jual. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. EGC Kedokteran. Jakarta
Dongoes.E Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC Kedokteran. Jakarta

0 comments :

Posting Komentar

Random Posts