LAPORAN
PENDAHULUAN
STROKE
Oleh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
Endang Hulaepi S.Kep.,Ners
1. DEFINISI
PENYAKIT
Stroke adalah
salah satu gangguan yang bisa terjadi pada sistem persarafan. Stroke atau
cedera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan
berhentinya darah ke otak (Brunner, 2002: 2131). Selain itu juga pengertian
stroke merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural
yang disebabkan oleh suatu keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau
dari seluruh pembuluh darah otak (Marilynn E. Doenges, 2000:290).
·
Tanda dan gejala Stroke
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang terjadi pada penderita
stroke :
a.
tiba – tiba sakit kepala
b.
Pusing, bingung.
c.
Penglihatan kabur.
d.
Kehilangan keseimbangan.
e.
Kelemahan / kelumpuhan tangan
dan atau kaki.
f.
Bicara tidak jelas.
g.
Konsentrasi menurun.
h.
Sukar menelan.
i.
Tidak mampu mengontrol buang
air besar dan atau buang air kecil.
j.
Terjadi
penurunan sampai dengan kehilangan kesadaran.
·
Klasifikasi Stroke
a.
Berdasarkan Etiologi
1)
Infark Otak
Dimana suplai darah yang dialirkan ke otak hanya melalui arteri
serebral yang sehat atau berdilatasi sehingga hanya jaringan otak yang sehat
saja yang mempunyai jauh darah dan daerah edema tidak kebagian.
2)
Perdarahan Intraserebral
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak, perdarahan yang terjadi
karena arterosklerosis dan hipertensi yang pada umumnya terjadi diatas 30
tahun, akibat pecahnya pembuluh arteri otak sehingga terjadi pembesaran atau
terjadi aliran darah kedalam parenkim, pergeseran dan memisahkan jaringan otak
yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak internal akan
tertekan sehingga dapat menyebabkan edema dan kemungkinan herniasi otak.
3)
Perdarahan subarachnoid
Merupakan gangguan alirah darah pada satu atau lebih pembuluh darah
serebral karena oklusi atau pecahnya pembuluh darah serebral secara spontan.
b.
Berdasarkan Lokasi Lesi
1)
Sistem Karotis
Kelainan
terjadi pada arteri karotis baik kiri atau kanan dan percabanyannya.
2)
Sistem Vertebrabasiler
Kelainan terjadi pada arteri vertebrabasailer dan percabangannya.
2. PATOFISIOLOGI
Otak harus menerima alirah darah yang konstan untuk mempertahankan
fungsi normalnya karena otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sendiri.
Aliran darah juga berfungsi sebagai tempat untuk membuang sampah metabolik,
karbondioksida dan asam laktat. Jika aliran darah ke otak berkurang atau
menurun maka akan terjadi kerusakan otak dengan cepat.
Melalui proses autoregulasi serebral, alirah darah ke otak tetap
diupayakan konstan sejumlah 750 ml/menit. Untuk merespon terhadap perubahan
tekanan darah atau karbondioksida, maka akan terjadi vasokontriksi atau
vasodilatasi dari arteri otak.
Dalam stroke, iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran
arterinya terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan
fungsi otak. Iskemik menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik
jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia
dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang terjadi dapat memperberat infarknya itu sendiri. Edema dapat
berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Setelah terjadi infark dan edema maka
secara otomatis terjadi penurunan kemampuan otak untuk menjalankan fungsi
neurologisnya sehigga terjadi defisit neurologis pada area kontralateral dari
area lesi sesuai dengan karakteristik otak.
Untuk mempermudah pemahaman dapat dilihat
pada skema dibawah ini:
3. DATA
FOCUS PENGKAJIAN
1.
Pengkajian
a.
Pengumpulan Data
1)
Identitas Klien
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis dan alamat.
2)
Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
3)
Riwayat Kesehatan
a)
Riwayat Kesehatan Sekarang
(1)
Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Biasanya
klien dengan stroke datang ke rumah sakit dengan alasan nyeri atau sakit
kepala, gangguan motoris, gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.
Keluhan
utama dikembangkan dengan metode PQRST mulai dari adanya keluhan sampai datang
ke rumah sakit.
(2)
Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien saat pengkajian yang
dikembangkan dengan teknik PQRST.
Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan
penurunan kesadaran dan kemungkinan terjadi sampai koma sehingga klien tidak
dapat ditanyakan apa yang dirasakan, sedangkan pada stroke akibat infark
biasanya terjadi kelumpuhan sebelah (hemiplegi), kepala pusing atau nyeri,
bicara tidak jelas dan klien mengeluh lemah tubuh.
b)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada
umumnya klien stroke akan mempunyai riwayat diabetes melitus, penyakit jantung
atau hipertensi dan adanya faktor-faktor resiko seperti: kadar kolesterol yang
tinggi, keadaan viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia), diabetes,
kebiasaan minum-minuman beralkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering
stress dan kurang beraktivitas serta kebiasaan merokok.
c)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada
keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan yaitu hipertensi,
diabetes militus atau riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu stroke.
d)
Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah
sakit dan pola aktivitas klien selama di rumah, terdiri dari:
1) Pola nutrisi (makan dan minum), terjadi
perubahan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu
makan, kehilangan sensasi kecap, menelan, mual dan muntah.
2) Eliminasi (BAB dan BAK) terjadi perubahan
dalam pola pemenuhan karena terjadi incontinensia urine dan konstipasi.
3) Istirahat tidur, kesulitan tidur dan
istirahat karena adanya nyeri dan kejang otot.
4) Personal hygiene, klien biasanya
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya karena
adanya kelemahan.
5) Aktivitas gerak, akan didapat kehilangan
sensasi atau paralise (hemiplegi), dan kesukaran dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-harinya karena adanya kelemahan.
e)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik dilakukan secara head to toe dan didokumentasikan secara per system,
meliputi:
(1)
Sistem Pernafasan
Biasanya
didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan sulit dan frekuensi nafas
meningkat, klien akan didapatkan penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas
ngorok akibat adanya sekret yang menumpuk pada auskultasi akan terdengar adanya
ronchi, mungkin terjadi kelemahan/paralisi otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan dada kadang ditemukan tidak simetris kiri kanan.
(2)
Sistem Kardiosvaskuler
Pada
stroke dengan faktor resiko penyakit jantung biasanya diperoleh adanya gejala
payah jantung seperti edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung tambahan seperti
murmur, gallop dan bunyi jantung S III, hipertensi, denyut jantung mungkin
irreguler dan nadi cepat.
(3)
Sistem Pencernaan
Biasanya
didapatkan data adanya mual, muntah, anoreksia, konstipasi, penurunan sensasi
rasa, kehilangan kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah, kehilangan
sensasi pada lidah, wajah dan kerongkongan (disfagia), obesitas, adanya
distensi abdomen. Bising usus melemah dan menurun dan terjadi konstipasi.
(4)
Sistem Persarafan
Gangguan
pada sistem persarafan tergantung pada area otak yang terkena lesi (infark).
(a)
Tes Fungsi Serebral
Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa
dimensia, penurunan daya ingat berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat
terganggu dengan adanya acalculia, pada fungsi bahasa dapat ditemukan adanya
afasia baik motorik maupun sensorik atau afasia visual (buta kata) dan adanya
distria.
Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke perdarahan bisa
sampai terjadi koma. Nilai GCS biasanya kurang dari 15.
Pengkajian Bicara, kadang terjadi kebingungan dalam pembicaraan. Obrolan/pembicaraan klien datang tidak
nyambung dan sulit dimengerti atau terdapat kesulitan dalam berbicara.
Tes Fungsi Kranial, pada stroke infark
nervus kranial yang sering terkena biasanya yaitu: Nervus III, IV dan VI
terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil, pupil tidak sama,
pupil berdilatasi, diplopia dan kabur, nervus V ditemukan gangguan dalam
mengunyah, terjadi paralise otot-otot wajah, anastesia daerah dahi, Nervus VII
biasanya tidak adanya lipatan nasalobial, melemahnya penutupan kelopak mata dan
hilangnya rasa 2/3 bagian anterior lidah, Nervus IX kemungkinan ditemukan
adanya pola bicara yang sangat (pelo) susah menelan dan tidak dapat bicara,
Nervus X sering ditemukan adanya data kehilangan komunikasi bunyi suara parau
(tidak jelas) dan sulit untuk diajak bicara, Nervus XII biasanya terdapat
kelumpuhan lidah dan jatuhnya lidah ke satu sisi.
(b)
Pemeriksaan Motorik
Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehingga menimbulkan
fungsi koordinasi dan pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot, kelemahan
tubuh secara umum menyebabkan koordinasi terganggu terutama berdiri dan
berjalan, adanya rasa sakit dan terbatas Range Of Motion (ROM).
(c)
Uji Refleks
Terdapat refleks patologis berupa refleks babinksi positif sedangkan
pada pemeriksaan refleks biasanya normal atau mengalami penurunan.
(d)
Fungsi Sensorik
Kemungkinan adanya defisit sensori pada ektrimitas yang paralise.
(e)
Fungsi Serebrum
Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna seperti ataksia.
(f)
Iritasi meningen
Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan babinksi
terkadang ditemukan positif (untuk stroke infark).
(5)
Sistem Endokrin
Kemungkinan
ditemukan peningkatan kadar glukosa serta adanya peningkatan hormon tiroid,
atau terjadi penurunan beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi
hipotalamus dan hipofise.
(6)
Sistem Genitourinaria
Biasanya
terjadi perubahan pola kemih yaitu incontinensia urine.
(7)
Sistem Muskuloskeletal
Biasanya
ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak pada ekstremitas baik atas maupun
bawah, hipertropi otot, kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot. Terjadi kesulitan dalam aktivitas karena
lemah kehilangan sensasi, ROM terbatas.
(8)
Sistem Integumen
Tanda-tanda
kemerahan pada area yang tertekan, dekubitus, kulit kotor dan lengket.
(9)
Sistem Penglihatan, Pendengaran
dan Wicara
Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata
terganggu, penurunan lapang pandang, pupil dilatasi, kehilangan setengah lapang
pandang.
Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan
pada fungsi wicara sering ditemui kelumpuhan pada lidah sehingga sulit
berbicara dan kehilangan kemampuan berkomunikasi verbal.
f)
Data Psikologis
1)
Status Emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara
tiba-tiba, klien menjadi mudah tersinggung, mengingkari dan sukar untuk
didekati.
2)
Kecemasan
Klien biasanya merasa cemas dengan adanya perubahan (kelumpuhan)
yang terjadi pada dirinya.
3)
Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup
(supresi).
4)
Gaya Komunkasi
Klien mengalami gangguan komunikasi verbal
seperti berbicara rero atau sulit dimengerti.
5)
Konsep Diri
(a)
Body Image: klien memiliki
persepsi dan merasa bahwa bentuk, fungsi tubuh dan penampilannya yang sekarang
mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan sebelumnya.
(b)
Ideal Diri: klien merasa tidak
dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkannya. Klien merasa tidak mampu lagi
untuk berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan dimana ia berada.
(c)
Harga Diri: klien merasa tidak
berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu dan
tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan bantuan dari orang
lain.
(d)
Peran: klien merasa dengan
kondisinya yang sekarang ia tidak dapat melakukan peran yang dimilikinya baik
sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.
(e)
Identitas Diri: klien memandang
dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi badannya yang disebabkan oleh
penyakitnya.
g)
Data Sosial
Pada data objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara,
kehilangan kemampuan berkomunikasi secara verbal, ketergantungan kepada orang
lain dan sosialisasi dengan lingkungan, pembicaraan tidak dapat dimengerti,
sedangkan pada data subjektif ditemukan klien berbicara dengan menggunakan
bahasa isyarat. Selain itu
bisa ditemukan sikap klien yang sering menarik diri dari orang lain dan
lingkungan karena merasa hanya akan membebani orang lain.
h)
Data Spiritual
Terkadang klien merasa tidak yakin dengan
kesembuhannya. Klien merasa hidupnya lebih buruk daripada sebelumnya. Klien
tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupannya di kemudian hari atau klien
cenderung mempunyai pandangan negatif terhadap kehidupannya dikemudian hari.
i)
Data Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk
pasien stroke.
Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan
hemoglobin serta adanya peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan
pemeriksaan protombin time (PT) dan partial tromboplastin (PTT) sebagai
informasi untuk pemberian obat antikoagulan.
Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada sel
darah merah dalam CSF yang mungkin mengindikasikan adanya perdarahan
subaracnoid.
b.
Pemeriksaan diagnostik
(a)
CT-Scan, akan memperlihatkan
adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
(b)
Angiografi serebral, membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau ostruksi
arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
(c)
EEG, mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak yang mungkin memperlihatkan adanya lesi yang
spesifik.
(d)
MRI,
menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragi atau malformasi arteriovena
(MAV).
(e)
Ultrasonografi
Doppler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis,
aliran darah atau muncul plak, arteriosklerotik).
(f)
Sinar
X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subaracnoid.
(g)
Pungsi
lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya pada trombosis, emboli
serebral dan TIA.
4. ANALISA
DATA
Data yang sudah
dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya kemudian dianalisa
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya
akan menjadi diagnosa keperawatan.
5. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke
menurut Marilynn E Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:
1)
Perfusi jaringan, perubahan,
serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi
; vasospasme serebral, edema serebral.
2)
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis hipotonik ( awal
); paralisis spastis.
3)
Kerusakan komunikasi verbal dan
atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan /
kelelahan umum.
6. PERENCANAAN
a.
Perfusi jaringan, perubahan,
serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi
; vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
-
Tingkat kesadaran komposmentis.
-
Tidak terdapat tanda
peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda, muntah yang
proyektif.
-
Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
·
Tekanan darah < 160/95 mmHg
·
Nadi 70-80x /menit
·
Respirasi 16-29 x/menit
·
Suhu 360C-37,50
C
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau/catat keadaan status
neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal.
2.
Pantau tanda-tanda vital.
3.
Letakkan kepala dalam posisi
agak ditinggikan dan dalam keadaan anatomis (netral) 15-30 derajat.
4.
Cegah terjadinya mengedan dan
batuk.
5.
Berikan
obat sesuai indikasi, berupa:
-
Anti koagulasi
-
Antifibrotik
-
Anthipertensi
-
Vasodilator perifer
-
Steroid
|
1.
Mengetahui kecenderungan tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK, mengetahui lokasi, luas dan
kemajuan/resolusi kerusakan SSP.
2.
Hipertensi atau hipotensi
postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipertensi dapat terjadi karena syok.
Disritmia atau murmur mencerminkan adanya gangguan jantung yang menjadi
pencetus CVA. Ketidakteraturan
pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan
TIK.
3.
Menurunkan
tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
4.
Manuver
valsava dan batuk dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko terjadi
perdarahan.
-
Dapat
digunakan untuk memperbaiki/meningkatkan aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/trombus merupakan faktor
masalahnya.
-
Untuk
mencegah lisis atau pembekuan yang terbentuk dan perdarahan yang berulang
yang serupa.
-
-
Hipertensi
lama / kronik, memerlukan penanganan yang berlebihan dapat memperluas
kerusakan jaringan.
-
Digunakan
untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme.
-
Penggunaan
kontroversial dalam mengendalikan edema serebral.
|
b.
Kerusakan
mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot,
penurunan kesadaran, atropi otot.
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria Evaluasi:
·
Tidak terjadi kontaktur
·
Tidak terjadi atropi otot
·
Dapat melakukan ROM aktif dan
pasif
·
Kekuatan otot penuh (5) pada
ekstremitas atas dan bawah
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Ubah
posisi setiap minimal 2 jam (terlentang dan miring kanan kiri)
2.
Lakukan latihan rentang gerak
(ROM) aktif dan pasif pada semua ektremitas.
3.
Sokong ekstrimitas dalam
posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki, pertahankan posisi neteral.
4.
Libatkan
keluarga untuk berpartisipasi dalam latihan bagi klien
5.
Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi untuk latihan resisitif dan ambulasi klien
|
1. Menurunkan resiko terjadinya trauma atau
ischemik jaringan.
2. Meminimalkan atropi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontaktur.
3. Mencegah kontraktur/foot droop dan
memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali
4.
Meningkatkan harapan bagi
perkembangan / peningkatan kontrol kemandirian
5.
Program khusus dapat
dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan dalam
hal keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
|
c.
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk berbicara,
kehilangan kontrol/tonus otot fasia.
Tujuan:
Komunikasi verbal dapat tetap terjalin.
Kriteria evaluasi:
·
Klien
dapat memahami tentang masalah komunikasi
·
Klien
dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
·
Klien dapat menggunakkan
sumber-sumber yang tepat (isyarat, tulisan).
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
derajat disfungsi komunikasi verbal klien .
2.
Bedakan antara afasia dan
disartria.
3.
Mintalah pasien untuk
mengikuti perintah sederhana seperti buka mata dan tunjuk pintu.
4.
Tunjukkan
objek dan mintalah pasien menyebutkannya.
5.
Mintalah pasien untuk
mengucapkan suara sederhana seperti “ah” dan “pas”.
6.
Berikan
metode komunikasi alternatif seperti menulis dan menggambar.
7.
Antisipasi dan penuhi
kebutuhannya.
8.
Anjurkan
pengunjung mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.
9.
Kolaborasi
dengan ahli terapi wicara
|
1.
Menentuka
daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi serta derajat kesulitan
proses komunikasi
2.
Afasia
adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol
bahasa. Disartria adalah dapat memahami, membaca, menulis tetapi kesulitan
membentuk / mengucapkan kata-kata karena kelemahan dan paralise dari
otot-otot.
3.
Melakukan penelitian
terhadap adanya kerusakan sensoris (afasia sensoris).
4.
Melakukan penilaian terhadap
adanya kerusakan afasia motorik, bisa mengenali tidak dapat menyebutkan
5.
Mengidentifikasikan
disartria sesuai komponen motorik dan bicara seperti lidah, gerakan bibir dan
kontrol nafas
6.
Memberikan
komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan / defisit yang mendasari
7.
Bermanfaat
dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat
berkomunikasi secara berarti
8.
Mengurangi
isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif
9.
Pengkajian
secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk mengidentifikasikan kekurangan / kebutuhan terapi
|
7. DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1988). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 volume 3. EGC Kedokteran. Jakarta
Carpenito.Lynda Jual. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. EGC Kedokteran.
Jakarta
Dongoes.E Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC Kedokteran.
Jakarta
0 comments :
Posting Komentar