Home » » LP Keperawatan Anak DHF

LP Keperawatan Anak DHF

LAPORAN PENDAHULUAN
DHF

OLeh : Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
       Endang Hulaepi S.Kep.,Ners


1.      DEFINISI
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aides aegepty yang menbawa virus dengue. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

2.      KLASIFIKASI DHF
WHO (1975) membagi DBD menjadi 4 :
1)      Derajat 1:
Derajat satu bisanya ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari disertai dengan gejala tidak khas dan manifestasi perdarahan yang dapat diuji tourniquet positif
2)      Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
3)      Derajat 3
Derajat 2 ditambah dengan kegagalan sirkulasi ringan, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg), hipotensi (systole < 80 mmHg) disertai kulit yang dingin,lembab dan penderita menjadi gelisah
4)      Derajat 4
Derajat 3 ditambah syok berat dengan nadi yang takteraba dan tekanan darah yang tak dapat diukur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran, sianotik dan asidosis.
Derajat 1 dan 2 disebut DHF tanpa renjatan,sedang 3 dan 4 disebut DHF dengan renjatan atau DSS.

3.      MANIFESTASI
-          Demam tinggi 2-7 hari disertai mengigil
-          Mual  dan muntah
-          Pegal-pegal pada seluruh badan
-          Perdarahan di bawah kulit
-          Perdarahan lain : batuk darah, muntah darah, berak darah dan kencingss darah

4.      ETIOLOGI
-          Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-hari.
-          Nyamuk berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
-          Penyedaiaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena :
a.       Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
b.      Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).

5.     
Virus Dengue
 
PATOFISIOLOGI
 

6.      PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Ø  Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %. Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan  darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat menentukan sat yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
Ø   Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah 100.000 mm3
Ø   sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang  menandakan terjadinya hemolisis
Ø  Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
Ø  Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang
Ø  Hiperkalemi , asidosis metabolic
Ø  Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun,
Ø  Serum transaminasi meningkat.

7.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a.       Tirah baring atau istirahat baring.
b.      Diet makan lunak.
c.       Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.      Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e.       Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f.       Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g.      Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i.        Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j.        Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k.      Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila:
a.       Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b.      Hematokrit yang cenderung mengikat.

8.      PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a.       Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b.      Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c.       Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d.      Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1)      Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2)      Tanpa insektisida
Caranya adalah :
a)      Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
b)      Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
c)      Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

9.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN
  1. Identitas
DHF dapat terjadi pada siapa saja dari anak-anak sampai orang dewasa dan pada semua jenis kelamin, kebanyakan penyakit ini ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki (Rampengan, 1997). Tempat atau daerah yang bisa terjangkit adalah disemua tempat baik dikota ataupun didesa, biasanya nyamuk pembawa vector banyak ditemukan pada daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang lembab.
  1. Riwayat Keperawatan
1.      Keluhan Utama :
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
5.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
6.      Riwayat Tumbuh Kembang
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : Wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a.       Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1)         Lemah.
2)         Panas atau demam.
3)         Sakit kepala.
4)         Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5)         Nyeri ulu hati.
6)         Nyeri pada otot dan sendi.
7)         Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8)         Konstipasi (sembelit).
b.   Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1)   Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)   Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)   Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)   Hiperemia pada tenggorokan.
5)   Nyeri tekan pada epigastrik.
6)   Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)   Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

10.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
b.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
c.       Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
d.      Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
e.       Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

11.  PERENCANAAN KEPERAWATAN
a.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan :
-          Suhu tubuh normal (36-370C)
-          Pasien bebas dari demam.
Intervensi
Rasional
1.   Kaji saat timbulnya demam.

2.   Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam

3.   Anjurkan pasien untuk banyak minum


4.   Berikan kompres hangat



5.   Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal


6.   Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2.tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
 2,5 liter/24 jam
3.Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
4.Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh
5.pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh


6.pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi

b.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan/dibutuhkan
Intervensi
Rasional
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan

3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur

4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter


7. Ukur berat badan pasien setiap minggu
1.Untuk menetapkan cara mengatasinya
2.Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
3.Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan
4.Untuk menghindari mual

5.Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6.Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat
7.Untuk mengetahui status gizi pasien

c.       Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuh
Intervensi
Rasional
1.Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital
2.Observasi tanda-tanda syock

3.Berikan cairan intravena sesuai program dokter




4.Anjurkan pasien untuk banyak minum

5.Catat intake dan output
1.  Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya
2.  Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok
3.  Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah
4.  Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
5.  Untuk mengetahui keseimbangan cairan

d.      Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
-          Tidak terjadi syok hipovolemik.
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal.
-          Keadaan umum baik
Intervensi
Rasional
1.Monitor keadaan umum pasien




2.Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam
3.Monitor tanda perdarahan


4.Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit


5.Berikan transfusi sesuai program dokter

6.Kolaborasi dengan dokter bila tampak syok hipovolemik
1.memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani
2.tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
3.Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4.Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
5.Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang
6.mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin

e.       Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
-          Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
-          Jumlah trombosit meningkat
Intervensi
Rasional
1.Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis
2.Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

3.Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
4.Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
1.   Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah
2.   Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
3.   Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
4.   Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

0 comments :

Posting Komentar

Random Posts