sing

KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian mengenai Hisprung atau Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu, penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,Cecily&Sowden:2000)
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £3Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer,2000)
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprungdiduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.
Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada
¯
Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital bagian bawah
¯
Hipertrofi
¯
Distensi kolon bagian proksimal
¯
Distensi abdomen
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 ).
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa neonatal
a.Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b.Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d.Distensi abdomen
2. Masa bayi dan kanak-kanak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Gagal tumbuh
5. PENERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja)
2. Barium enema
3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum)
4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)
b. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
a. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

6. Penatalaksanaan Hirschprung
a.Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
b.Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
c.Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
7.Perawatan
Perawatan yang terjadi :
a.Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif.
b. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorektal dan nasogastric.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e.. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi khusus untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
g. Nutrisi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan karena anak malas makan, mual dan muntah
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.kelemahan, kekuatan otot menurun.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Gangguan integritas, karena luka terutama pada pasien dengan post op.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
C. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung
Pre Operatif
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
Post Operatif
1. Ganggau rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan berhungungan dengan luka post op
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
3. Resiko komplikasi pascapembedahan
D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung
Pre Operatif
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen  
Intervensi :
Lakukan Wash out
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Pantau jumlah cairan kolostomi.
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

 

Untuk mengencerkan feses sehingga feses dapat keluar
Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapatdipertimbangkan untuk penggantian cairan
Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

Perawat Rentan Tertular Virus Hepatitis B dari Jarum Suntik

Jakarta Perawat menjadi salah satu tenaga kesehatan (Nakes) yang paling rentan tertular virus hepatitis B dari penggunaan jarum suntik yang tidak aman.
“Penggunaan jarum suntik yang tidak aman, berisiko menularkan virus hepatitis B dari pasien ke tenaga kesehatan. Mayoritas dialami perawat,” kata dr. Lukman Hakim Tarigan, MMedSc, ScD.
Lukman yang merupakan seorang peneliti dari Universitas Indonesia menyayangkan, penggunaan jarum suntik yang kerap digunakan di fasilitas kesehatan di Indonesia masih saja dipakai. Padahal, di sejumlah negara maju, sudah lama meninggalkan cara itu, dan memilih jarum suntik yang aman. “Jarum suntik yang aman ini, risiko untuk tertusuk setelah digunakan sangatlah kecil,” kata dia menambahkan.
Dalam acara `Sayangi Hatimu Lakukan Deteksi Dini` di Ruang Maharmadjono, Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kuningan, Jakarta, pada Selasa (16/9/2014) Lukman menerangkan cara kerja `jarum suntik yang aman` tersebut. Setelah jarum disuntikan ke pasien, akan langsung masuk ke dalam pegangannya.
Pada bagian ujung jarum, pembuatnya pun menaruh pelindung yang mengurangi risiko untuk tertusuk setelah pemakaian.
“Di sini, masih banyak ditemukan jarum suntik yang tergeletak begitu saja tanpa ada penutupnya. Bahkan, Nakes di Indonesia, nekat menutup jarum suntik dengan kedua tangannya. Padahal, itu sangat berisiko untuk tertusuk,” kata dia.
Dijelaskan Lukman, berdasarkan data dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, serta parameter dari penelitian tentang penyakit yang menyerang hati, yang disebabkan oleh virus hepatitis B dan bersifat akut dan kronik di dunia pada 2013, estimasinya sebanyak 7.000 tenaga kesehatan di Indonesia terinfeksi hepatitis B, dengan 5.000 di antaranya tertular melalui jarum suntik

Sumber:Liputan6.com

LAPORAN PENDAHULUAN HIRSCHSPRUNG DISEASE



Oleh :  Cecep Tamahaya S.Kep.,Ners
           Endang Hulaepi S.Kep.,Ners 
           Fitri rusfianti S.Kep.,Ners
A.     KONSEP DASAR
1.      PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian mengenai Hisprung atau Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu, penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,Cecily&Sowden:2000)

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi  aterm dengan berat lahir £3Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer,2000)

2.      ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

3.      PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprungdiduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.

Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada
¯
Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital bagian bawah
¯
Hipertrofi
¯
Distensi kolon bagian proksimal
¯
Distensi abdomen
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002  ).
4.      MANIFESTASI KLINIS
1.   Masa neonatal
a.Gagal mengeluarkan mekonium dalam  48 jam setelah lahir
b.Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d.Distensi abdomen

2.         Masa bayi dan kanak-kanak
a.      Konstipasi
b.      Diare berulang
c.      Tinja seperti pita, berbau busuk
d.      Distensi abdomen
e.      Gagal tumbuh

5.      PENERIKSAAN PENUNJANG

a.      Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1.      Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja)
2.      Barium enema
3.      Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum)
4.      Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)

b. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi

a.      Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
b.      Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.

2. Laboratorium

    Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal : enterokolitis atau sepsis.

3. Biopsi

 Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat  ganglion  atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

4. Pemeriksaan colok anus

Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
 
6. Penatalaksanaan Hirschprung
a.Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.  

b.Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
c.Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.

7.Perawatan
Perawatan yang terjadi :
a.Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif.
b. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorektal dan nasogastric.

B.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a.       Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
 c.       Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e..       Imunisasi.
Tidak ada imunisasi khusus untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
f.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
                        Terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
g.      Nutrisi.
            Nutrisi kurang dari kebutuhan karena anak malas makan, mual dan muntah
3. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b.      Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c.       Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
e.       Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.kelemahan, kekuatan otot menurun.
g.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.      Sistem integumen.
Gangguan integritas, karena luka terutama pada pasien dengan post op.
i.        Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
C.      Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung
Pre Operatif
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.

Post Operatif
1.      Ganggau rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan berhungungan dengan luka post op
2.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
3.      Resiko komplikasi pascapembedahan

D.     Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung
Pre Operatif
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen

Intervensi :
Lakukan Wash out
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Pantau jumlah cairan kolostomi.
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Untuk mengencerkan feses sehingga feses dapat keluar
Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapatdipertimbangkan untuk penggantian cairan
Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.


Intervensi :
Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
Pantau pemasukan makanan selama perawatan.
Pantau atau timbang berat badan.


Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan
 
 3.Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal

Intervensi :
Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Monitor cairan yang masuk dan keluar.
Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. si


Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Rasional : Mencegah terjadinya dehidra

4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.


Intervensi :
Kaji terhadap tanda nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.
Berikan obat analgesik sesuai program.


Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak
Tujuan : koping keluarga efektif dengan criteria keluarga mengetahu kondisi klien dan program  serta informasi penngobatan dan perawatan klien.


Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang status kesehatan klien.

Berikan informasi yang tepat tentang konsisi serta program pengobatan dan perawatan klien
             Berikan motivasi pada keluarga.


Rasional : Mengetahui tingkat pengetahuandan menentukan langkah selanjutnya

Rasional : memberikan koping yang kua

Rasional : meningkatkan koping klien 

 Post Operatif
1.      Gangguan rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan berhungungan dengan luka post op
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tidak nyeri, tanda vital dalam batas normal


Intervensi :
1.      Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.
2.      Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.
3.      Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.
4.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan.


Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Rasional : Mengurangi nyeri , memberikan kenyamanan pada pasien
Rasional : Mengurangi nyeri

2.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
Tujuan : Tidak terjadi infeksi dengan criteria tidak terdapat tanda – tanda infeksi


Intervensi :
1.      Monitor tempat insisi.

2.      Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.

3.      Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.


4.   Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mikroorganisme.
.


Rasional : untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda – tanda infeksi
Rasional : mencegah terjadinya iritasi akibat dari feses
Rasional : Mencegah terjadiya infeksi

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh mikroorganisme



3.      Resiko komplikasi pasca pembedahan
Tujuan : tidak terjadi komplikasi pembedahan dengan kriteria tidak terjadi striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran,denganmempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

Intervensi
1.      Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis, fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahan dan lain-lain.
2.      Monitor peristaltik usus.


3.      Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik.


Rasional :Mengetahui adanya komplikasi




Rasional : peristaltic yang baik menunjukan tidak adanya komplikasi

Rasional : perubahan TTv akan menujnukan adanya proses peradangan sebagai respon dari komplikasi tyang terjadi

 DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II Edisi I. Salemba Medika. Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Jakarta
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan edisi kedua. EGC. Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.



Random Posts